
3i Networks Di tengah masifnya produk yang ditawarkan dalam media promosi, hal yang paling penting dilakukan adalah bagaimana menciptakan kreativitas yang mampu mencuri perhatian masyarakat. Dengan demikian, materi produk akan simpel diingat sekaligus menjadi perbincangan di masyarakat. Tanpa diminta, masyarakat dengan suka rela saling mengabarkan informasi kasatmata seputar produk tersebut. Dari sisi finansial, keberhasilan dalam mencuri perhatian ini dapat menghemat biaya promosi yang cukup besar.
Kreativitas inilah yang terlihat dalam aksi-aksi komunikasi yang dilakukan oleh capres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi), dalam debat capres-cawapres Pemilihan Umum 2019 yang digelar sejak 18 Januari 2019 lalu. Jika sebelumnya Jokowi menggunakan istilah "Unicorn" yang ramai menjadi perbincangan publik, maka dalam debat keempat yang digelar pada Sabtu (30/3), Jokowi menggunakan istilah "Dilan" sebagai bentuk abreviasi dari "Digital Melayani".
Istilah "Dilan" digunakan sebagai solusi cepat dalam merespons kebutuhan di masyarakat, ibarat e-government dan e-budget yang terkoneksi dari pusat, ke provinsi, kabupaten, serta kota. Konsep "Dilan" diharapkan sebagai bentuk reformasi pelayanan publik melalui elektronik. "Dilan" juga diharapkan sebagai penajaman dan penyederhanaan kelembagaan yang gemuk sebab adalah berpotensi sebagai ladang korupsi. Lebih jauh, istilah "Dilan" juga dihubungkan dengan kekuatan negara. Bagi Jokowi, pada masa mendatang bukan negara besar yang menguasai negara kecil, bukan juga negara kuat menguasai yang lemah, tapi negara cepat yang akan menguasai negara lambat.
Dari sisi teknik berorasi, Jokowi memang dianggap lemah dibanding lawannya, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. Tapi dia memanfaatkan kelemahannya itu dengan menggunakan istilah-istilah yang dapat menarik perhatian penonton, khususnya para milenial. Simak saja, istilah-istilah "aneh" yang kerap dia gunakan selalu menjadi pembicaraan berantai (word of mouth) di masyarakat, khususnya melalui media sosial.
Meme Bertebaran
Para milenial yang dikenal kreatif dalam bidang visual segera menggunakan meme-meme menggelitik terkait Jokowi dan Dilan, tokoh utama film Dilan yang diperankan oleh Iqbal Ramadhan. Dalam sekejap, kata "Dilan" langsung menjadi viral dan menjadi trending topic di media sosial, termasuk di Twitter. Sama ibarat istilah "Unicorn" yang diucapkan Jokowi saat debat pertama sebelumnya.
3i Networks Dalam dunia marketing, aksi yang dilakukan Jokowi ini dikenal sebagai istilah "buzz", yaitu sebuah tindakan yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar merek, produk, jasa atau layanan, perusahaan, serta apapun yang kita sampaikan dapat menjadi perbincangan di masyarakat. Sejumlah perusahaan bahkan harus merogoh kocek cukup dalam untuk menciptakan acara yang dapat menarik perhatian khalayak ini. Misalnya, menyebarkan uang dari pesawat, menerbangkan merek bersama balon udara, dan lain sebagainya.
Dalam kasus ini, Jokowi cukup cendekia dalam menggunakan istilah-istilah yang berpotensi menjadi viral dan menjadi perbincangan publik. Komunikasi yang disampaikan Jokowi seolah menandakan kepeduliannya kepada para milenial, terutama wacana kegemaran, kreativitas, teknologi, masa depan, dan apa saja yang menjadi hits di kalangan mereka.
3i Networks Penggunaan istilah-istilah ibarat ini penting dalam dunia komunikasi pemasaran. Hal ini dapat digunakan berdasarkan segmentasi usia maupun geografis. Bahasa-bahasa populer yang biasa digunakan masyarakat akan sangat mengena jikalau digunakan sebagai jargon atau slogan sebuah iklan. Demikian juga dengan bahasa-bahasa pada wilayah tertentu yang lazim diucapkan di masyarakat. Penggunaan istilah-istilah ini akan menciptakan masyarakat merasa lebih dekat.
Pada titik ini, Jokowi berhasil menyuntikkan komunikasinya kepada segmentasi usia milenial dengan tepat. Terbukti, meme-meme langsung bertebaran dan menjadi trending topic di media umum beberapa saat setelah istilah tersebut meluncur dari Jokowi.
Penggunaan istilah-istilah yang identik dengan teknologi dan milenial saat ini sangat penting dilakukan untuk mengerek suara dalam pemilu yang digelar pada 17 April nanti. Apalagi para milenial yang notabene sebagai generasi melek teknologi, kreatif, dan berbasis visual disebut-sebut sebagai generasi paling apatis terhadap politik serta banyak yang cuilan terbesar dari swing voters dan undecided voters.
Dalam gelaran pemilu yang tinggal menghitung hari saat ini diharapkan aksi-aksi simpatik dan berpotensi viral. Tidak ada yang tidak mungkin dalam masa yang serba digital dan cepat ibarat sekarang. Suka atau tidak suka, generasi milenial yang cukup banyak tumbuh di Indonesia, seharusnya digarap lebih serius jikalau tak ingin elektabilitasnya tergerus.
Setidaknya, jikalau elektabilitas Jokowi benar menurun, dari 52,6% pada Oktober 2018 menjadi 49,2% pada Maret 2019 sebagaimana dalam survei Litbang Kompas, maka istilah "Dilan" yang dikomunikasikan Jokowi dalam debat keempat dapat jadi akan kembali meningkat bersama pasangannya, Ma'ruf Amin. Kita lihat saja nanti!
Muhammad Bahruddin dosen Media dan Komunikasi Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya, sedang merampungkan acara doktoral Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia